Lepas dari Stagnasi: Cara Nyata Meningkatkan Keterampilan Tanpa Terjebak Rutinitas

Mengulangi rutinitas tidak cukup. Temukan cara spesifik untuk mengembangkan keterampilan dan melawan stagnasi.

Andy Riyan
4 min readOct 4, 2024
Pixabay
Credit Pict: pen_ash on Pixabay

Saat menyalakan komputer pagi tadi, saya sama sekali tidak memiliki sesuatu yang ingin dituliskan. Saya sedang mengalami lose streak. Sudah beberapa hari tidak dapat menulis dengan baik — dalam artian menulis terstruktur yang koheren terhadap suatu topik tertentu. Bahkan, saya sama sekali tidak memiliki ide apa yang akan saya tuliskan untuk medium. Sudah cukup lama saya tidak menulis di sana.

…hampir dua minggu sih!

Sudah beberapa hari ini, saya tidak menyempatkan diri untuk menulis bebas dan menuangkan apa pun yang saya pikirkan. Lebih tepatnya saya kehilangan waktu untuknya karena saya selalu menunggu kondisi ideal: hening dan sendiri. Saya sudah ketergantungan dengan dua kondisi itu untuk dapat menulis dan berpikir dengan baik. Dua kondisi yang sulit untuk saya dapatkan sekarang ini. Dua kondisi yang harus ada pemecahannya — belum saya temukan. Dua kondisi itu sangat mahal karena tidak sering terjadi.

Di lain sisi, sebenarnya saya tahu persis bahwa konsistensi bukan melulu perkara streak. Anda dapat memulai kapan pun Anda mau untuk membangun dan melakukan kebiasaan Anda. Itu bukan sesuatu yang mustahil… Ini seperti kegiatan menggosok gigi. Anda setiap hari menggosok gigi Anda. Lalu suatu hari Anda sangat terpaksa tidak bisa menggosok gigi, dan Anda kehilangan streak. Selanjutnya, apakah Anda tidak akan menggosok gigi seterusnya? Itu sangat menggelikan. Begitu pula konsistensi dalam menulis, jika Anda tidak dapat menulis hari ini, maka besok Anda dapat melakukannya. Jikalau pun besok Anda belum bisa, maka lusa. Masalah terjadi jika Anda mendewakan streak sebagai modal Anda yang paling utama untuk membangun kebiasaan dan konsistensi. Jika itu yang Anda yakini, maka Anda telah terjebak dengan pola pikir yang sangat merugikan. Setiap kali Anda kehilangan streak, Anda selalu merasa harus memulai semuanya dari nol. Absurd!!!

Namun, sekadar mengulangi aktivitas yang sama tanpa arah tidak akan membawa kemajuan. Konsistensi saja tidaklah cukup, keterampilan perlu dilatih lebih spesifik. Tidak hanya sekadar siuman dari ketergantungan akan kondisi ideal, streak dan tetek begek semacam itu.

Saya sadar bahwa mengulangi rutinitas tanpa arah jelas hanya akan membuat saya terjebak dalam stagnasi. Itulah sebabnya kutipan dari The Writing Revolution berikut ini terasa begitu relevan bagi saya saat ini.

“Merely repeating an activity is insufficient to get you better at it.

Mengulangi suatu aktivitas saja tidaklah cukup untuk membuat Anda lebih baik dalam melakukannya (skill yang sedang Anda kembangkan).

Quote ini merupakan sebuah kutipan yang sangat kuat dari buku The Writing Revolution, dan memiliki makna yang cukup penting untuk saya saat ini. Saya sedang memiliki beberapa masalah terkait beberapa skill yang sedang saya coba untuk ditingkatkan. Saya merasa stuck, seolah-olah kemajuan pribadi saya mandeg. Saya sering merasa perkembangan pribadi saya mengalami stagnasi, berjalan di tempat, gitu-gitu saja. Saya terjebak dalam pola berulang setiap hari tanpa arah yang jelas, lebih mengenaskan lagi, saya tidak tahu sampai kapan akan terus begini. Saya tidak tahu bagaimana mengakhirinya.

Credit Pict debowscyfoto on Pixabay

Jika Anda, wahai pembaca, merasakan hal yang sama, ini yang ingin saya sampaikan: pola ini sangat umum terjadi. Kita merasa tidak berkembang bukan karena kebetulan, melainkan karena kurangnya tujuan dan arahan dalam latihan kita. Menurut Dough Lemov dalam pengantarnya untuk buku The Writing Revolution, penelitian menunjukkan bahwa agar sebuah praktik dapat meningkatkan keterampilan, praktik tersebut harus difokuskan pada tujuan spesifik dan secara bertahap terhubung ke serangkaian keterampilan yang lebih besar.

Di situlah kemudian saya menyadari semua alasan mengapa aku mengalami stuck, mandeg, dan tidak berkembang: saya tidak memiliki mentor, lebih tepatnya saya tidak memiliki mentor yang cukup bagus yang secara konsisten dapat memandu saya. Karena saya tidak tahu serangkaian kegiatan apa saja, serta apa saja tahapan-tahapan yang mesti saya kuasai di setiap fasenya. Saya pun tidak memiliki semacam peta untuk melihat gambaran, tujuan, dan indikator keberhasilan setiap tahapan. Jangankan itu semua, rangkaian dan tahapan-tahapan yang mesti dilakukan pun gak tahu. Ini mengingatkan saya pada idola saya, Miyamoto Musashi. Sepertinya hanya Miyamoto Musashi satu-satunya yang menjadi ahli di bidangnya tapa seorang mentor. Musashi mampu meningkatkan diri dengan belajar sendiri dari pengembaraan selama hidupnya. Hanya dia yang bisa melakukannya, dan saya bukan Musashi.

Kesimpulan

Pada akhirnya, stagnasi bukanlah sesuatu yang tak terhindarkan, melainkan pertanda bahwa kita perlu melakukan pendekatan yang lebih terfokus dan spesifik terhadap pengembangan keterampilan kita. Hanya mengulangi aktivitas tanpa tujuan yang jelas akan membuat kita terjebak dalam siklus tanpa kemajuan. Ingatlah bahwa seperti kebanyakan hal dalam hidup, kemajuan terjadi melalui langkah-langkah kecil yang disusun dengan tujuan yang spesifik, bukan dengan terobsesi pada kesempurnaan atau streak yang tak terputus.

Jadi, jika kamu merasa mandek, ingatlah bahwa selalu ada cara untuk mulai lagi dengan lebih cerdas, bukan hanya dengan lebih keras. Rancang peta perjalananmu, cari titik-titik spesifik yang perlu dikembangkan, dan bergeraklah maju dengan strategi yang lebih bijak. Stagnasi bukanlah akhir — itu hanya awal dari pendekatan baru.

Catatan: Itu hanya perkiraan saya. The Writing Revolution tidak menunjukkan secara spesifik bahwa seseorang harus memiliki mentor untuk meningkatkan diri. Saya memang tidak bisa membohongi diri sepanjang pengantar yang ditulis Dough Lemov itu. Saya dapat menangkap sekilas dapat beberapa murid mampu mengembangkan skill mereka dengan lebih baik setelah diberi instruksi sederhana, yang sangat sesuai dengan teori yang sedang saya pelajari: Cognitive Load Theory — Teori beban Kognitif.

Terima kasih banyak sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini! Jika tulisan ini menginspirasi atau sekadar membuat Anda tersenyum, jangan ragu untuk memberi tepukan (clap) atau meninggalkan komentar. Suara dan pemikiran Anda sangat berarti bagi saya! Saya ingin terhubung lebih dekat dengan pembaca seperti Anda, berbagi ide, dan menggali hal-hal yang bermakna.

Sampai jumpa di tulisan-tulisan saya yang lain! Jangan lupa untuk subscribe agar Anda bisa mendapatkan notifikasi langsung di inbox setiap kali saya berbagi karya baru. Mari berteman dan mulai percakapan yang bisa memperkaya pikiran kita bersama!

--

--

Andy Riyan

Aku adalah temanmu, menemanimu menenun gagasan karena menulis adalah obat bagi jiwa yang tersesat. Kita tahu satu catatan lebih baik dari seribu ingatan.